Pernah dengar pepatah itu kan? Tapi tulisan ini gak ada hubungannya sama itu sih.
Tiba2 aja pengen nulis yang berhubungan dengan pendidikan karena anak gue yang bungsu sudah kelas 9 dan lagi sibuk belajar untuk Ujian Sekolah plus cari2 sekolahan dan baru2 ini gue nonton dua drakor yang ada hubungannya sama pendidikan yaitu "Penthouse", "Sky Castle" dan "High Class", jadi kok berasa relate aja antara tontonan dan kenyataan hidup.
Apa sih persamaan antara ketiga drakor yang gue tonton itu. Ketiganya berlandaskan ambisi dan gengsi orang tua dalam merencanakan pendidikan anak2nya.
Kalau di "Penthouse" diceritakan bagaimana anak2 harus masuk ke SMA Seni bergengsi bernama Cheong Ah untuk kemudian semua berambisi untuk meneruskan di Jurusan Musik dan Seoul University. Sementara di "Sky Castle" diceritakan bagaimana profesi dokter merupakan profesi yang harus diwariskan secara turun menurun kalau bisa sampai empat generasi tak terputus sehingga para orang tua berusaha keras mencarikan guru privat yang bisa membantu membimbing anak2 hingga bisa menjadi mahasiswa kedokteran di Seoul University. Sementara drama terakhir yaitu "High Class" mengisahkan tentang sekolah elite internasional yang berlokasi di Jeju Island yang hanya dapat dimasuki oleh kalangan tertentu saja, dengan kursi terbatas dan seleksi yang sangat ketat.
Sudah kebayang kan?
Yang menjadi benang merah ketiga drakor ini adalah bagaimana orang tua memilihkan pendidikan untuk anak yang terkadang bersifat subyektif bahkan bisa jadi sebenarnya merupakan ambisi dari orang tua tersebut. Sudah pasti niat baik orang tua adalah demi masa depan anak yang cerah namun kalau di drama2 tersebut terkadang orang tua lebih mementingkan ambisinya sehingga melupakan kebutuhan anak untuk ikut memilih dan didengarkan serta kemampuan si anak itu sendiri.
Sebagai orang tua kita berpikir apa yang kita pilihkan adalah yang terbaik untuk anak. Karena orang tua pasti merasa lebih berpengalaman atau mungkin ada penyesalan2 di masa lalu, ambisi yang tidak terpenuhi yang akhirnya dibebankan kepada anak dalam menjalani perjalanan pendidikannya. Apa yang dipilihkan untuk anak, menurut orang tua, adalah yang paling baik karena mungkin melihat orang lain yang sukses di suatu bidang, penyesalan karena dulu si orang tua gagal dalam mencapai cita2nya atau karena merasa lebih tahu akan bakat si anak.
Tapi benar tidak sih kita sebagai orang tua bila bertindak seperti itu?
Tidak akan pernah ada orang tua yang akan menjerumuskan anaknya. Memang ada masa-masa dimana anak harus diarahkan. Seperti waktu usia TK atau SD, kita bisa saja mulai membuatnya mengikuti kursus musik atau masuk club olah raga dengan sedikit paksaan karena di usia itu, anak memang belum tahu apa yang diinginkannya dan apa yang menjadi bakatnya. Tapi bagaimana kalau anak sudah berada di usia remaja seperti di SMP dan SMA? Apakah kita masih tetap harus memaksakan anak untuk melakukan sesuatu yang bukan minatnya dan membuatnya merasa tertekan karena harus melakukan sesuatu yang tidak disukainya?
Kalau di drakor sih contoh akibatnya dari orang tua yang berambisi bisa dilihat dari beberapa kasus. Misalnya di "Penthouse" ketika Seo Jin memaksa putrinya Eun Byeol untuk menjadi penyanyi klasik, yang mengakibatkan gangguan kejiwaan. Sementara di serial "Sky Castle" cerita diawali dengan diterimanya salah seorang putra dari salah satu penghuni komplek Sky Castle di Fakultas Kedokteran yang diikuti dengan kisah tragis si anak yang melarikan diri dari kampus dan sang ibu yang bunuh diri. Sedangkan untuk serial "High Class" ceritanya agak berbeda namun tetap menceritakan sekelompok ibu2 kelas atas yang memiliki ambisi yang kuat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah internasional HSC dan berambisi memiliki anak yang sempurna dan memiliki keahlian khusus.
Sebenarnya salah enggak sih kalau orang tua "mengatur" pendidikan anak dan menginginkan anak menjadi "apa"?
Yah, gak salah juga sih, tapi mungkin yang salah, kalau si orang tua terlalu menuntut sementara anaknya sebenarnya memiliki bakat yang lain yang akhirnya menjadikan si anak stress dalam menjalani pilihan orang tuanya. Mungkin waktu anak masih kecil, bolehlah dia diikutkan kursus musik atau olah raga. Tapi orang tua juga harus melihat apakah si anak enjoy menjalaninya? Atau mungkin orang tua harus jeli melihat bakat terpendam dari anaknya, sehingga bisa semakin diasah dan difokuskan untuk membuat bakatnya menjadi suatu pencapaian.
Mungkin, gue bukan orang tua yang terlalu berambisi anak harus begini atau begitu. Karena gue hampir selalu bekerja, gue hanya fokus pada nilai2 anak2 gue aja. Apakah anak2 bisa mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik. Gue termasuk yang santai membiarkan mereka untuk memilih, ketika keduanya kursus musik, meskipun bisa mengikuti tapi kelihatan tidak terlalu excited, yah di saat gue merasa cukup yah gue tidak memaksa mereka untuk meneruskannya. Atau ketika si sulung mengambil ekskul futsal kelihatannya dia tidak terlalu senang, gue juga tidak keberatan. Ketika pada akhirnya di SMA dia mengambil ekskul bulu tangkis dan sering bermain futsal dengan teman-temannya dengan keinginan sendiri, gue cukup happy. Untuk si bungsu gue fokus kepada taekwondo sampai level tertentu karena di saat dia mulai bosan dan berhenti gue meminta dia meneruskannya minimal hingga level tertentu saja.
Yah, kalau menurut pendapat gue, anak tidak bisa dibiarkan dalam menjalani pendidikannya begitu saja, karena mereka tetap perlu dibimbing, diberikan contoh dan pandangan dari orang tuanya yang sudah lebih berpengalaman dalam menjalani hidup.
Tapi yang harus diingat, jangan sampai subyektifitas orang tua mempengaruhi cara orang tua memetakan pendidikan anaknya. Karena gengsi harus masuk kedokteran, padahal mungkin anaknya lebih berbakat di bidang seni? Atau karena dulu orang tua ingin masuk Fakultas Teknik, anaknya jadi dipaksa untuk masuk ke jurusan yang sama. Kasihan kan?
Setuju gak?
Cheers, Dhidie
No comments:
Post a Comment