Featured post

Wednesday 24 February 2021

Latte Factor, apaan sih? #ngobrolfinansial


Topik ini merupakan topik pertama yang kita bahas di IG Live Ngopi kira2 bulan Desember yang lalu. Kenapa kita Memilih untuk membahas ini? Karena yah enak aja buat diskusi karena relate banget sama kehidupan kita sehari-hari, terutama untuk temen-temen yang masih ngantor atau gue sebagai mantan karyawan. 

Waktu zaman ngantor, ngopi itu udah seperti kebutuhan pokok yang ga bisa dilewatkan. Kalau  kamu sendiri, kamu ingat ga? Berapa kali dalam satu minggu kamu order kopi?
 Di zaman pandemi ini karena harus WFH pasti yang sering dilakukan yah order kopi yang literan itu. Atau untuk yang memang sejak awal freelancer atau bekerja dari rumah, sekarang juga ga bisa tuh mampir-mampir ke Coffee Shop untuk nebeng WIFI, jadi kebutuhan kafeinnya pasti akhirnya diselesaikan dengan delivery si kopi ke rumah. 

Seandainya dalam satu minggu seseorang menghabiskan seratus ribu rupiah untuk membeli kopi, maka dia akan menghabiskan Rp. 400 ribu untuk kebutuhan kopinya per bulan. Itu kalau cuma order satu botol yang literan, kalau ordernya lebih dari satu per minggu atau ditambah tetap mampir di coffee shop juga karena bosan kerja dari rumah, berapa pengeluaran kopi kamu sebulannya?

Sebenarnya, gue mulai sadar tentang si latte factor ini ketika baru aja mulai ikut kelas sertifikasi financial planner. Waktu itu ketika sang Dosen bilang, kalau anggaran bulanan ngopi kita kita rutin investasikan ke instrumen keuangan seperti reksa dana atau saham, sudah berapa besar investasi kamu saat ini? Dan menghabiskan yang untuk membeli kopi di masa-masa ngantor dulu, merupakan salah satu kesalahan finansial yang gue lakukan. 


Kenapa?

Bayangin, dulu waktu masih kerja, gue bisa tiga kali dalam sehari mengeluarkan uang untuk beli kopi. Pagi hari, setelah makan siang, dan sekitar jam tiga sore ketika selesai meeting dan otak udah mulai ngebul, gue akan mampir lagi cari kopi yang agak strong. Waktu kerja dulu, kopi memang seperti kebutuhan dasar, mungkin lebih dari makan nasi. 


Apakah kopi merupakan satu-satunya contoh dari Latte Factor? Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan Latte Factor?


Latte factor dipopulerkan oleh David Bach, melalui buku-bukunya. Dia melihat  fenomena yang terjadi bahwa banyak orang menghabiskan uang secara rutin untuk membeli kopi. Menurut Bach ini, kebiasaan tersebut merupakan contoh pengeluaran rutin yang apabila diakumulasi akan membuat pengeluaran besar.


Latte Factor ini biasanya terjadi dengan alasan kenyamanan dan emosional. Hal-hal kecil yang bisa dikategorikan sebagai latte factor misalnya embelli segelas kopi, berbelanja cemilan di minimart, belanja aksesoris, hijab, alat masak, taksi/transportasi online, order makanan di melalui aplikasi, dan pengeluaran kecil lainnya. Intinya latte factor setiap orang mungkin saja berbeda-beda. 


Sebenarnya pengeluaran apa yang bisa dikategorikan latte factor? semua pengeluaran kecil yang tidak benar-benar menambah niai ataupun memberikan kebahagiaan dalam hidup. 


Mari kita berhitung.

Seandainya dalam satu hari kita membeli kopi tiga kali, misalnya dalam satu hari kita membeli segelas americano seharga 45ribu, kemudian setelah makan siang kita membeli kopi susu kekinin seharga 18 ribu, lalu di sore hari kita membeli secangkir piccolo seharga 35 ribu. Dalam satu hari saja kita sudah mengeluarka Rp.98 ribu untuk membeli kopi. Kalikan saja dengan 22 hari kerja dalam satu bulan. Berapa yang kita habiskan dalam satu tahun?


Cukup mengerikan yah?


Kalau kita simulasikan anggaran beli kopi kita per tahun itu kita investasikan di Reksadana pendapatan tetap dengan return konvensional 8%, dalam lima tahun jumlah tersebut sudah menjadi berapa?


Atau mau lebih konservatif, kita belikan logam Mulia dengan return 8% lah per tahun.


Mungkin uang kecil kita itu, sudah menjadi uang besar sekarang.


Jadi ga boleh beli kopi lagi?

Bukan begitu sih, mungkin kita bisa mulai melakukan subtitusi dengan membuat sendiri kopi kita dirumah misalnya ? atau mengurangi frekuensi pembelian kopi itu sendiri. Kemudian kelebihan dananya kita investasikan di instrument investasi untuk keperluan kita di hari tua. 


Point-nya yang harus diingat adalah esensi dari kehidupan. Bahwa kebahagiaan itu tidak berasal dari hal yang rumit, tapi dari hal-hal yang sederhana. 


Mau ngobrol lebih lanjut tentang finansial, yuk join IG Live @ceritarasa127 setiap minggu...



Cheers, dhidie