Featured post

Sunday 4 November 2018

Senja di Ubud


Ke Bali kalau ga ke Ubud tuh kaya ke Jakarta tapi ga ke Monas. Eh ga gitu banget yah ? Tapi yah menurut gue sih wajib, meskipun ga setiap ke Bali bakalan sempet ke Ubud. Tapi gue tetap merasa kalau visit Ubud is a must. Setelah hiruk pikuk dan hingar bingar suasana pantai, Ubud tuh seperti sesuatu yang menenangkan. Sepertinya waktu berjalan dengan lambat di sini. Efeknya kita jadi lebih menghargai detik per detik dari hidup kita. Makanya cocok banget kalau kota ini jadinya tempatnya para Yogi dan penulis. Karena kita menikmati setiap tarikan nafas dan hembusan dan nafas. Dan we're really living in present. Masuk ke kota ini, gue seperti langsung ngerasain damainya kota ini. Sudah banyak yang berubah dari Ubud sejak terakhir gue ke sini 3 tahun yang lalu. Ada lebih banyak hotel dan restoran tapi overall kota ini tetap menginspirasi. 

Tujuan pertama adalah restoran bebek yang terkenal itu. Iya, gue tau udah banyak di Jakarta juga cabangnya. Tapi di sini tetap beda. Apalagi buat gue yang penganut "The Art of Doing Nothing". Gue bahkan menikmati lamanya makanan  yang dipesan datang. Di sini gue bisa menikmati hembusan angin dan teriknya sinar matahari tanpa menggerutu seperti yang sering gue lakukan di Jakarta. Seakan waktu terhenti dan membuat kita bersyukur kalau kita masih bernafas. 

Tempat kedua adalah Seniman Coffee. Katanya sih tempat berkumpulnya seniman. Gue penulis, bukan seniman. But I enjoy the place. Padahal kita cuma ngopi di pinggir jalan gitu. tapi kok rasanya berbeda di Ubud. Bahkan anjing yang sedang duduk santai bisa menarik perhatian gue. 

Satu hal yang pasti. Gue harus balik lagi ke sini. Entah tahun ini atau mungkin tahun depan. We'll see. 


Cheers,
Dhidie

beautiful sight

terlalu cantik untuk diminum
Add caption

This is Life

I could do this forever




Sunday 21 October 2018

Before Sunset



Apa sih arti matahari buat kamu ? Bukan definisi matahari berdasarkan wikipedia lho :) Buat gue, arti matahari berarti dimulainya hari. Artinya gue harus bersyukur diberi kesempatan untuk masih bisa menikmati sinar matahari. Terus bagaimana dengan saat matahari terbenam. Itu juga waktunya bersyukur bahwa gue sudah menyelesaikan aktivitas hari itu dan waktunya untuk beristirahat.

View From My Table
Chasing sunset..ini sih beneran mengejar sunset secara harfiah atau literally chasing sunset kalau kata #anakjaksel. Jadi waktu itu hari terakhir di Bali dan setelah dua malam belum pernah melihat sunset sekalipun padahal udah di Bali, karena yah hari pertama gue datang malam dan hari kedua kerjaan baru selesai malam. Jadi hari ketiga waktu itu gue bertekad untuk harus melihat sunset. Jadi jam 5 sore gue udah stand by untuk pergi ke salah satu pantai terdekat. Bingung juga karena terlalu banyak pilihan dan saran, ada yang bilang ke La Brisa, ke Cangu, ke Rock Bar. Pusing kan ? Dan jaraknya juga ga jelas, karena dari Denpasar jam pulang kantor gitu udah pasti lagi macet-macetnya. 
One of Pretty Corner. I can not resist the pretty thing

Akhirnya gue memutuskan untuk go with the flow aja, di pantai mana terdekat sebelum matahari terbenam yah kita berhenti di sana. Supir yang nganter gue mulai ikutan panik. Karena gue yang terus-terusan ngomong, " Keburu ga yah, Pak?" Mungkin dia mikir, emang di Jakarta ga ada matahari terbenam yah, Mba?

Waiting For Sunset Crowd
Karena gue melihat langit semakin gelap, akhirnya gue memutuskan untuk ke Lalaguna di Canggu. Sebenarnya kalau menurut gue masih deket daerah Seminyak sih. Tapi pas gue lihat foto-fotonya di instagram, kelihatannya lumayan juga. Daaannnn gue sampai di situ benar-benar ketika matahari sudah tinggal seperempat, sibuk nyari tempat yang strategis tapi semua kursi dan meja yang menghadap ke laut udah full keisi semua. Dan gue dateng sendiri pula. Jadi gue pasrah ketika ditawarin satu meja yang letaknya di dalam tapi menghadap ke pantai. 
Too Pretty To be Ignore

Gue akhirnya memutuskan untuk jalan ke arah pantainya. Dan gue seneng banget meskipun ga pas sunset banget tapi gue masih bisa dapet warna kemerahan langit yang kemudian berganti gelap. Kebetulan waktu itu pas hari ulang tahun gue, dan gue merasa beruntung aja bisa menikmatinya sendirian. Kadang-kadang kita perlu sendiri untuk lebih mensyukuri keberadaan orang-orang yang selama ini selalu hadir di sekeliling kita kan?
Gue bahkan foto di toilet

Tentang LaLaguna sendiri, seperti tempat-tempat di Bali umumnya, punya dekorasi yang menarik. kalau gue ga salah sih (maklum waktu itu sudah gelap) kayanya tema tempat ini Gypsi gitu. Jadi kaya dominasi dekorasi bunga dan kayu-kayu. Ada kereta gypsinya juga. Unik sih. Dan waiternya juga ramah-ramah. Tapi, memang jarang banget ketemu waiter yang jutek sih di Bali. Restorannya ga terlalu besar, cuma dia punya open space yang lumayan luas kalau kita mau ala-ala piknik di bean bag gitu. Kalau rame-rame sama temen sih udah pasti seru banget. Ga sempet nyobain makanannya karena akhirnya gue memutuskan makan malam di Nook. Yang pasti ini pengalaman mengejar sunset di penghujung hari kelahiran gue yang bakal gue inget seumur hidup...

Cheers,
Dhidie


Saturday 20 October 2018

Malu Bertanya Sesat Di.....Cute Cafe


Inilah akibat malu bertanya plus ga bisa baca Google Maps. Hari ketiga di Singapore kemarin, sambil nunggu jam check-in di hostel. Kita memutuskan untuk jalan-jalan dulu di sekitar hostel. Tujuannya sih sebenarnya cuma pengin nyari coffee shop karena kita masih kenyang parah setelah makan di Old Chang Kee Paya Lebar. Tapi ga pengin jauh-jauh perginya karena pengin masukin koper dulu ke kamar biar lebih tenang baru kemudian jalan-jalan lagi. Dan jeleknya kita tuh ga punya referensi kedai kopi apa yang harus dikunjungi, atau mungkin kita juga udah terlalu exhausted karena mataharinya lagi terik-teriknya jadi bener-bener ga kepikiran. 

Yang terjadi adalah kita strolling down the steet kemudian tiba-tiba menemukan kafe lucu yang sering banget gue liat icon-nya tapi entah dimana. Dan tanpa ragu-ragu kita langsung masuk ke dalam dan duduk. Pas di dalam, ini sih bener-bener lucu banget. Kaya masuk ke dunia lain dan kaya pengen foto2 dan video-in semua sudut gitu. Semuanya serba colourful, mejanya full gambar kartun, terus ada bantal lucu gitu disetiap meja. Bagian yang paling lucu adalah pas liat menunya. Foto-fotonya cute banget meskipun setelah tahu harganya agak berkurang sih cute-nya.. Hahaha... Jadi kalau dari sisi menu kaya menu di Hotel Disneyland Hongkong gitu sih... Yang serba lucu-lucu sampai ga tega mau makannya. 



Akhirnya setelah menimbang dan mengukur... kondisi keuangan. Membandingkan dengan membeli minuman di situ sebenarnya kita bisa beli masker di Guardian... :) Akhirnya kita cuma pesan satu minuman coklat aja biar ga penasaran aja. Yang penting kita bisa ngobrol-ngobrol santai sambil menikmati ke-cute-an yang overload di cafe itu.


Kalau menurut gue sih, kalau kamu punya anak perempuan dan kebetulan nginep di sekitar Bugis Street, harus banget mampir ke sini....


Cheers,
Dhidie

Friday 19 October 2018

Business Trip? Yay or Nay ?

" Besok kamu nyusul ke Bali yah ? Urus aja semuanya hari ini, nginep di sini, pulang hari ini, naik pesawat ini penerbangan jam segini..."





Duaarrrrrr, kalau udah ultimatum kaya gini. Rasanya campur aduk banget. Antara panik karena mendadak harus ninggalin team di Jakarta dan biasanya kalau keluar kota pasti bakal minim control banget dengan pekerjaan sehari-hari karena limited access ke email dan system, plusssss.... panik karena harus nyiapin ini itu di rumah buat anak2. Dari mulai nyiapin menu, bahan makanan, dan pesan ini itu untuk hal-hal tertentu yang biasanya gue handle sendiri di rumah. Tapiiiiii.....biasanya setelah masa panik itu lewat akan muncul pelan-pelan rasa senang.... karena untuk sesuatu yang ga bisa dihindari kenapa ga kita nikmati aja. Sebisa mungkin... ya kan ya kan... Maafkan aku, Pak Boss. But anggap aja ini liburan. Lumayan buat content instagram dan blog gue :)

Jadiiiii.... akhirnya gue ambil penerbangan pagi, yang kira2 nyampe di Denpasar jam delapan. Berangkat dari rumah jam 4 pagi, ke Terminal 3 dan shalat Subuh di Bandara. Musholla enak sih, karena mungkin baru juga. Selesai self-check-in, gue merasa lapar dan akhirnya terdampar di Roti Boy (karena kalau ke Sbux berasa kantor banget) dengan segelas kopi hitam dan sepotong roti.  Seru juga ngeliat sekeliling gue, dan gue merasa senasib sepenanggungan dengan mereka yang harus flight pagi karena kerjaan. For your info, gue tuh seneng banget merhatiin sekeliling gue diam-diam dimanapun gue berada. Selain itu sedikit-sedikit eavesdropping untuk bahan cerita novel gue :) 

Setelah kenyang gue memutuskan masuk aja buat nunggu di dalam. Dan gue baru tahu kalau ada 1/15 coffee di dalam. Maybe next time yah....
Kemudian guepun mencoba tidur sejenak di kursi selonjoran sambil memandang kaca besar dengan pesawat yang berlalu lalang di depan gue. Sampai akhirnya... Bali, here we go....

Seperti biasa local food adalah yang paling bener kalau pergi ke satu tempat. Tapi untuk ke Bali ini gue finally punya list must have foods yang ga boleh dilewatin kalau lagi ke Bali. Apa aja siiiihhhhh...

1. Ayam Betutu Khas Gilimanuk
Iya, gue tahu kalau di Jakarta juga ada. Tapi ini kaya yang harus aja. Biasanya gue pilih yang paling pedes. Terus makannya di restoran yang letaknya di Jalan Tuban, Ini jalan yang searah bandara Ngurahrai, entah itu pas arrival atau pas mau pulang lagi. Pokoknya wajib mampir. Keringetan afternya itu lho yang bikin ketagihan.

2. Sup Ikan Mak Beng Sanur
Ini kedua wajib. Dan worthed banget antriannya. Karena setelah si sup ikan dan ikan bakarnya ada di depan mata. Mendadak hilang kesel-kesel karena nunggu antrian sebelumnya. Belum lagi, habis itu jangan lupa foto-foto di Pantai Sanurnya yah... Saran gue sih datangnya jangan di weekend dan jangan di jam makan siang. Jadi agak bergeser dikit dari jam makan sianglah biar nunggunya ga terlalu lama. Meskipun sambil nunggu bisa makan kripik2 dan kacang2 yang dijual di situ. Dan akhirnya gue mengerti mengapa ada troli berisi cemilan tersebut.... ;)

3. Nasi Pedes Ibu Andhika
Ini ada dimana-mana sih. Ada di arah Bandara, ada di kota juga dan semua sama enaknya, sama pedesnya dan sama murahnya. Terakhir gue makan di outlet yang deket Joger, gue ga tahu nama daerahnya. Cuma cukup sepi, tapi parkirnya harus rada jauh sih.


4. Bubur Laota
Ini juga wajib. Buat malem2 di saat lapar. Sekarang warung Laota ini udah banyak banget. Ada yang di Jalan Tuban ada yang di Sunset Road juga. Masih ngantri dan masih enak. Buburnya dan cakue-nya yang bessaaaarr benar-benar terbaik. Padahal ini juga ada di stasiun Gambir, tapi entah kenapa gue ga tertarik buat makan di situ. Gue merasa cheating aja kalau harus makan Bubur Laota di Jakarta.. Hahaha.. Lebay yah....


Masih banyak sih makanan lainnya yang ngangenin di Bali. Tapi yang wajib sih versi gue cuma ini aja....Jadi kangen Bali. "Pak Boss, any assignment for me in Bali ?"

Jadi menurut gue, Big "YAY" for Biztrip....

Cheers, 
Dhidie













Monday 8 October 2018

Let's Sing It...(Part 6)

Bye Bye...

Akhirnya waktunya untuk pulang. Senang karena mau pulang. Tapi kayanya masih ga rela karena masih pengin liburan dan ada beberapa tempat yang belum kita lihat kaya sebenernya pengin balik lagi ke Orchard Road, belum ke Little India, ChinaTown dan makan sea food di Clark Quay, terus belum sempet makan duren dan ke daerah Tiong Bahru. Tapi yah karena udah kecapean juga plus uang udah habis, akhirnya kita memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan mencari uang lagi :)


Happy Mau Pulang

The Best ;)


Terenak :)
Di Ranch Market juga ada sih, tapi sedih kalau bandingin harganya

Sebelum pulang masih ada wish list yaitu pengin banget sarapan di Toast Box dan makan Mc Flurry Duren Mc D. So, kita pagi-pagi bela-belain ke sana. Balik ke hostel langsung order grab buat anter kita airport. Btw, akhirnya kita beli extra bagage sekitar 300rb-an gitu karena kopernya udah berat banget dan ga mungkin ditenteng2 ke cabin.

Sengaja berangkat lebih awal karena masih pengin window shopping di Changi. Setelah koper masuk ke bagasi dengan selamat. Kita mulai jalan-jalan keluar masuk toko gitu. Dan di airport masih bisa beli si keripik kulit ikan itu lho, dengan harga lebih murah. Jadi yah puas-puasin belanja di Sevel Airport. Terus akhirnya nunggu boarding kita nge-starbucks dulu. Gue beli si Macha Latte yang udah susah banget didapet di Starbucks Jakarta. 

Pas jalan menuju boarding gate, iseng nyobain mesin cup instant noodle gitu. Bisa sih belinya, tapi ternyata mereka ga nyediain air panas.. Hahaha.. Alhasil si mie dibawa seutuhnya ke Jakarta. 

Gitu deh, dari itinerary optimis gue. Alhamdulillah  80% tercapai. Sisain dong 20% buat next tripnya. Iya, modus banget. Gue seneng banget karena bisa jalan-jalan sama sahabat gue dan anaknya (gue jadi tau betapa senangnya punya anak perempuan...), gue bisa berkunjung ke virtual friend gue... ahahaha.. karena selama ini ketemu di medsos doang, bahkan nginep di apartemennya. Gue juga bisa ketemu temen geng kuliah gue...

Next time ke sini, bakal bawa anak-anaklah yah..


Cheers,
Dhidie

Let's Sing Eat :)

Ceria mau breakfast hari terakhir :)

Pas tahu gue mau pergi liburan, beberapa teman bilang, jangan lupa makan ini, makan itu, jajan ini, jajan itu, ngopi di sini, ngopi di situ.. hahaha.. Mungkin karena gue terkenal senang makan, karena menurut gue semua makanan itu antara enak atau enak banget. Gue pantang banget bilang makanan itu gak enak. Karena gue berprinsip gue harus bersyukur masih bisa makan, dan Alhamdulillah sampai sekarang gue masih bisa makan makanan yang gue suka kapanpun gue mau. 

Rencana semula gue juga seperti itu. Gue tuh kalau pergi ke suatu tempat harus banget nyobain local foodnya. Kaya prinsip," eat locally, act globally.." bener ga tuh :) Tapi ga tau kenapa, pas liburan ke sini, mendadak nafsu makan gue lenyap begitu saja. Mungkin karena terlalu banyak hal menarik yang harus dilihat dan difoto (?). Kamu pasti tahu rasanya kalau perasaan lagi excited banget gitu kaya mendadak ga pengin makan kan? Nah gue di Singapore tuh ngerasain kaya gitu. Sampai ditawarin ini itu sama temen gue yang gue tebengin nginep, gue ga selera gitu. terus kebetulan travelling-mate gue juga ga suka makan. Dia cuma suka ngemil keripik-keripik junk food gitu dan ngopi. Jadinya yang ada setiap kali makan yah kaya cuma basa-basi doang. Selama 4 malam di Singapore kaya kita cuma makan sekali sehari aja dan itupun udah sore menjelang malam, ketika kita udah puas dan kelelahan jalan-jalan. Dan gue bener-bener cuma makan yang gue pengin banget dan penasaran aja. Selain uangnya sayang, lebih baik buat beli obat jerawat :)


Lunch Hari Pertama di Sentosa Island :)

Es Kopi Cincau, harus coba sih karena enak banget..

Dinner hari pertama, masih junk-food juga
Karena di Jakarta udah ga ada Popeyes Bugis Junction.
Di sini sempet norak sama kecanggihan self-service order screen-nya :)

Coca Cola Clear, menurut gue sih aneh, kaya ga punya kepribadian gitu.
Kaya dia bingung mau jadi coke atau sprite
Ga sengaja ngopi, atau pengen ngadem doang? Hehehe
Old Chang Kee is in the house. Nikmat :)
Martabak dan Kopi Tarik di Zam Zam Resto Bugis Street
Otentik banget nih, roti mentega gula plus kopi item

Ga sempet makan durennya, tapi Ini the best !!
Our Saviour during our stay

Gimana, cukup "sehat" kan makanan gue ? Sebenernya sebelum berangkat gue rajin lihat2 vlogger di Youtube. Dua hal yang gue pengin makan banget pas di Sing adalah...Old Chang Kee (iya, gue tahu di PIM juga ada..hehehe), Coca Cola Clear dan Toast Box dan satu lagi Mc Flurry rasa Duren. Udah itu aja. Dan Thanks God, tercapai cita-cita gue. Jadi gue anggap makanan yang lainnya bonus aja, karena memang harus makan aja biar ga pingsan..hahaha... Dan selama masih ada si warung serba ada alias Sevel di setiap sudut kota, gue yakin bakal survive. Bisa dibilang gue selalu mampir sehari dua kali ke sini buat beli teh Oolong dan kripik kulit ikan :)

Mungkin lain waktu punya kesempatan ke sini lagi, gue akan fokus kulineran.




Cheers,
Dhidie



Tuesday 2 October 2018

Bugis Night Life

Sudut Haji Lane
Di malam sebelum pulang gue pergunakan untuk menikmati suasana di sekitar Bugis Street. Pokoknya ga boleh ada kata malaslah selama di sini. Penasaran banget gue sama yang namanya Jalan Haji Lane. Dan ternyata memang seru banget di sini. Jadi pas sore  hari gue memutuskan untuk jalan-jalan sendiri ke mal-mal sekitar Bugis (dan gue tersesat dengan sukses, thanks to Google map). kemudian menjelang malam baru gue berkeliling Kampong Glam dan jalan Haji Lane yang terkenal itu.

Menurut gue sih wilayah ini agak kontradiksi. Apa sih maksudnya ? Gue juga bingung, Hahaha.... Maksudnya gue melihat bagaimana ternyata negara ini begitu menghormati perbedaan. Kalau ada yang bilang ini negara yang tidak memiliki kebudayaan karena dasarnya terbentuk dari imigran-imigran berbagai suku bangsa, gue malah melihat ini dari sisi yang berbeda. Justru mereka amat sangat menghormati perbedaan itu. Bagaimana ras China, India, Arab dan Melayu bisa begitu saling menghormatinya dan hidup bersama-sama dengan damai. Sungguh berbeda dengan kondisi negara ini yang menonjolkan keberagaman di bawah negara kesatuan namun sebenarnya rentan dan tetap lebih mementingkan kesejahteraan golongannya masing-masing. 
Itu pendapat gue aja lho, sebagai seorang yang buta politik dan sudah lupa pelajaran sejarah, you may not agree with this.

Salah satu pengalaman gue yang menarik, sebagai seorang wanita berkerudung, adalah ketika gue masuk ke dalam sebuah toko sepatu di mal, sang penjaga counter dengan tergopoh-gopoh menghampiri gue dan bilang kalau gue tidak disarankan untuk belanja di tempat itu karena bahan dasar semua produk di situ mengandung kulit babi. Atau pada saat gue memesan sarapan di sebuah coffee shop yang terkenal, mereka langsung mengatakan kalau coffee shop itu menyediakan juga makanan yang tidak halal. Dan gue sangat mengapresiasi semua hal itu. Sebagai seorang muslim gue merasa aman dan dilindungi, tanpa perlu bertanya gue mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Sementara gue harus bertanya kepada salah satu restoran di PIM apakah mereka memiliki sertifikat halal atau tidak. Dan ini adalah sebuah negara dengan penduduk mayoritas muslim. I love you, Indonesia :)

Kembali ke Bugis. Daerah Bugis ini sungguh unik. Center of attention dari wilayah ini sebenarnya adalah Masjid Sultan yang terletak distrik Kampong Glam. Kalau gue baca wikipedia, mesjid ini sudah berdiri sejak tahun 1824 dan dinamakan berdasarkan Sultan Pertama di Singapore yaitu Sultan Hussein Shah. Satu hal yang menarik, bagaimana negara ini bisa menjadikan tempat ini sebagai sebuah lokasi wisata yang menarik yang sungguh berbeda dengan kondisi di pusat kota. 

Salah satu gang yang menghubungkan Arab Street dan Haji Lane
Deretan bangunan-bangunan yang berwarna-warni dan dipertahankan keaslian arsitekturnya menjadikan lokasi ini begitu cantik. Belum lagi mural di setiap sudut dinding dan suasana restoran di udara terbuka yang persis terletak di belakang mesjid Sultan.  Jalan Haji Lane sendiri merupakan jalan kecil atau bisa dibilang sebuah gang yang dipenuhi dengan deretan toko milik desainer independen yang menjual barang-barang unik, mulai dari baju, tas dan sepatu maupun benda-benda unik lainnya yang tidak mungkin dijumpai di toko lain. Untungnya gue bisa menahan diri untuk tidak berbelanja, selain karena uang jajan sudah menipis juga karena gue sangat sadar kapasitas koper gue yang kecil mungil itu. 

Selain toko-toko tersebut terdapat juga kafe-kafe kecil dengan interior yang menarik. Selepas senja, kawasan ini sudah tidak dapat dilalui oleh kendaraan lagi karena jalanan akan mulai dipenuhi oleh kursi dan meja sebagai tanda bahwa kehidupan malam di ruas jalan ini akan segera dimulai. Hal yang sama juga terlihat di sekitar Arab Street dan Bali Lane. 

Jalan mulai ditutup menjelang malam
Warung es krim di sudut Bali Lane

A perfect Spot 

Banyak Spot cantik kaya gini

Cat Cafe

Sudut Arab Street di malam hari

Mesjidnya cantik banget kalau malam

Siapa yang bisa menyangka ada sudut ini di Singapore ?


I really enjoy my time here. Mungkin karena pada dasarnya gue menyukai sesuatu yang berbeda.  Gue menghabiskan malam terakhir di Haji Lane dengan bercerita panjang lebar dengan teman gue sambil mendengarkan permainan musik akustik yang sangat cantik. Dan gue berpikir suatu hari nanti gue akan berangkat lagi ke kota ini sendiri untuk menghabiskan waktu dengan menulis di salah satu kafe sambil memperhatikan kesibukan Haji Lane ini. 


Cheers,
Dhidie.

Saturday 29 September 2018

Let's Sing It... (Part 5)




Hari keempat, dari malamnya gue udah wanti2 kalau harus bangun pagi karena kita mau keliling2 lagi ke banyak tempat. Yah sebenarnya supaya minimal kita udah berkunjung ke tempat-tempat yang wajib. Yang singapore bangetttt....

Jadi, tau kan tempat apa aja itu ?
Pagi itu diawali dengan breakfast di salah satu resto di dekat hostel. Namanya restoran zam-zam, dan semua pelayannya bisa ngomong melayu. Jadi no worrieslah. Gue pesen martabak kari besar gitu buat sharing, minum teh tarik dan kopi tarik. Semuanya enak.  Alhasil martabaknya ga habis dan terpaksa kita bungkus.




Tujuan pertama hari itu adalah Merlion Park demi berfoto sama si Singa Betina. Karena bosan berada di bawah tanah, kita memutuskan hari ini untuk mencoba transportasi bis. Atas guidance temen gue via whatsapp akhirnya kita naik bis dari halte yang deket banget sama hostel. Dan seperti di negara maju pada umumnya, jadwal bis dan route-nya pun yang sudah jelas banget sehingga kita nunggu ga terlalu lama.

Jadi cara naik bis sama aja kaya naik MRT, pas naik kita harus nge-tap si kartu EZl-link itu dan pas turun juga kita harus melakukan hal yang sama. Karena kalau lagi ga beruntung kita bakalan disangka masih belum turun dari bis dan ga bisa masuk ke station MRT dan harus ngurusin dulu ke officenya gitu. Dan seperti biasa gue dengan segala ke-clumsy-an gue, lupa buat nge-tap pas turun. Sedikit panik sih dan kepikiran juga, but Thanks God ternyata gue lagi beruntung dan bisa masuk ke MRT Station.Terus kemudian kita turun di halte yang gue ga inget namanya. Memang kayanya gue ga cocok jadi traveller blogger yah. Cuma kita tuh yang tinggal jalan sedikit aja. Kita udah bisa ngeliat Hotel Marina Bay Sands di kejauhan lalu nyusurin kaya sidewalknya gitu dan menemukan si Singa Betina.

Temen gue udah wanti-wanti kalau gue harus banget foto sama si Merlion kecil. Dan gue ga berhasil menemukan si singa kecil sampai akhirnya ketika kita mau menuju Jubille Bridge ke arah Espalanade kita menemukan si anak Singa itu... penting banget yah... But mission accomplished anyway.

Akhirnya ketemu si anak singa :) Cute yah?
Terus kita bingung antara mau nyusurin sidewalk menuju Garden by The Bay atau mau menghemat tenaga naik MRT aja ke sana. Akhirnya kita memutuskan untuk masuk dulu ke dalam gedung Duren alias Espalanade. Jadi gedung ini adalah semacam tempat seni gitu kaya tempat diadakannya konser-konser dan pameran-pameran gitu. Pas ngelewatin lorong menuju  station MRTnya banyak mural-mural yang keren dan kita beberapa kali berhenti untuk foto dulu. Terus yang paling epic dan harus dilakukan berdasarkan vlogger adalah ngelewatin pintu yang otomatis kebuka dan gue harus banget video-in itu. Kebanyakan nonton youtube emang anaknya. Sebenernya yang berat buat trip ke Singapore adalah banyak banget mal dimana-mana, jadi kalau ga fokus kita bisa belok gitu aja masuk ke dalam setiap toko yang kita lewatin. Apalagi dengan prinsip mendingan nyesel beli dibanding nyesel ga beli, gue merasa semakin ga berdaya. 

Berasa Crazy Rich Asian :)

Terus kita bertanya-tanya harus naik MRT yang mana, dan akhirnya sampailah kita di Garden By The Bay. Sama kaya di lorong station Esplanade tadi, di lorong menuju Garden By The Bay ini juga banyak banyak backdrop bertema bunga yang bikin kita ga tahan untuk ga foto. Meskipun berasa udah capek banget, tapi kita happy karena bisa ngeliat hotel kece Marina Baysands itu dari dekat. Puas foto-foto kita memutuskan untuk lanjut ke Mustafa Center karena menurut Google dia ga terlalu jauh letaknya. Dan ternyata Google Map tidak selalu benar. Karena ternyata kita turun di MRT Station yang cukup jauh dan akhirnya menyusuri jalan dengan berpedoman pada google map itu. Di Mustafa Center gue belanja masker Freemans berbagai rasa (kaya es krim aja..), beberapa EDT yang murah-murah, gue berusaha menahan diri untuk ga belanja banyak mengingat gue hanya membawa sebuah koper yang kecil mungil. 
Ketika tersesat menuju Mustafa Center

Capek banget sih rasanya. Akhirnya kita terdampar di Starbucks di sebuah mal ga jauh dari Mustafa Center dan untungnya deket banget sama sebuah MRT Station. Selesailah hari itu, sorenya kita berniat untuk menikmati Kampong Glam dan mal-mal di sekitar Bugis aja. Pokoknya kesimpulannya tempat favorit kita selama di Singapore ini adalah Starbucks dan Sevel deh.. :)



Cheers,
Dhidie


Ngopi Sore di Orchard Road


Niat awalnya sih cuma mau ngopi-ngopi aja di Orchard Road. Kan tema trip kali ini, frugal living, jadi semua pengeluaran harus seefisien mungkin. Tapi ternyata niat itu terpatahkan karena begitu kita keluar MRT Station ION Orchard, temen gue langsung menghilang entah kemana. Dan gue masih harus nungguin temen gue yang satu lagi karena kita janji di depan stasiun. Setelah ketemu, gue mencari temen gue yang satu lagi yang ternyata sedang tersesat di Uniqlo (Hahaha ini hiperbola ada juga menyesatkan diri dengan sadar). Terpaksalah gue ikutan masuk ke Uniqlo untuk mencari teman gue itu dan berakhir dengan tas besar Uniqlo dan senyuman lebar. Siapa yang bisa menolak Uniqlo dengan harga cuma SGD 4 di depan mata ? Gue percaya pepatah " Lebih baik nyesel beli daripada nyesel ga beli..." Setuju dong ?

Teman gue yang tinggal di Singapore itu ngajak ke tempat ngopi di Orchard Road. Dan sahabat-sahabat gue di Jakarta bilang kalau gue harus banget mampir ke situ. Nama tempatnya Tiong Bahru Bakery. Letaknya tuh nempel ke Tangs Orchard Road. Seperti biasa gue pesan piccolo. Dan gue dipesenin juga Croissant plain gitu. Kalau kopinya sih menurut gue ga terlalu special karena di Jakarta juga udah banyak banget kopi enak. Tapi pas nyoba croissant-nya. Hmmmm gue yang bukan penggemar pastry harus mengakui kalau ini enak banget. 




Tempatnya sendiri lumayan nyaman. Meskipun kecil tapi homy karena mungkin interior serba kayu dan harum wangi kopi yang ga ada habisnya. Terus karena letaknya kaya di sudut jalan gitu, kita bisa menikmati kesibukan orang yang berjalan di trotoar Orchard sambil menikmati kopi. Gue bisa ngebayangin sih, suatu hari nanti gue akan bawa laptop gue ke sini dan menulis di kursi yang menghadap ke jalan. Overall tempat ini akan cukup menginspirasi karena terletak di tengah-tengah kesibukan Orchard Road. 


Terus gue baru tahu kalau ga semua tempat buka sampai tengah malam, karena belum selesai ngobrolnya kita akhirnya pindah ke satu tempat namanya "Prive". Ga sempet foto sih, tapi tempatnya cukup rame dan lokasinya tuh kaya di sidewalk Orchard Street berada tepat di depan Wheelock Place. Kita beruntung karena langsung dapat meja. Menurut gue tempatnya sih cukup unik, simple but classy. Dan ternyata mereka buka dari breakfast sampai supper. Dari sisi hargapun ga terlalu mahal yang gimana gitu. Mungkin karena kita cuma kaya ngemil-ngemil cantik aja. Ini gue ambil foto dari salah satu website aja yah. 


courtesy of www.ordinarypatrons.com

Sedikit yang gue sesali adalah gue ga sempet ke library @ orchard yang kece banget tempatnya. Tapi yah sudahlah, mungkin gue memang harus ke sini lagi tahun depan. Crossing fingers...



Cheers,
Dhidie