Featured post

Wednesday 30 March 2022

Quarter Life Crisis Does exist?

 Generasi sekarang, yah mungkin milenial akhir dan generasi z kayanya sibuk banget sama apa yang namanya quarter life crisis. Kalau gue sebenarnya udah cukup lama familiar, sebagai pembaca majalah impor jaman dulu. Tapi gue gak terlalu terpengaruh sih sama sih quarter life crisis ini, kenapa?

A quarter-life crisis is a period in a young adult's life that typically happens between one's mid-twenties and early thirties.

Itu definis yang gue temukan di Google. Intinya rasa tidak nyaman di periode umur pertengahan dua puluhan dan di awal tiga puluhan. Kenapa gak nyaman? Sebenarnya mungkin ketidaknyamanannya lebih berasal dari kecemasan atau kekhawatiran yang berasal dari kesadaran bahwa umur semakin bertambah tapi kok hidup kaya gini-gini aja. 

Biasanya emang sih, kita kan lulus kuliah rata-rata di umur 21 atau 22 tahun, berarti di periode waktu "quarter life crisis" ini kalau kita memang langsung bekerja kita sudah bekerja sekitar tiga tahun dan berarti kita sudah lulus sekitar tiga tahunan juga. Apa sih yang diharapkan masyarakat ketika kita sudah lulus dan punya pekerjaan, tentu saja menikah. Nah biasanya hal itu yang menjadi kecemasan yang paling sering terjadi di periode waktu tersebut. Apalagi melihat banyak teman yang sudah menikah, bahkan sudah memiliki anak, makin-makin deh rasa cemas itu muncul. 

Kecemasan lainnya biasanya berasal dari pekerjaan. Setelah tiga tahun lebih bekerja, kok masih ngerasa pekerjaan yang dilakukan gak sreg sama passion. Kok kayanya karir gini2 aja kaya jalan di tempat. Belum lagi ngebandingin sama temen2 lain yang kayanya work hard and got paid hard juga sehingga bisa play harder. Makin-makin deh kecemasan di periode usia ini muncul. 

Terus gue pernah ngalamin gak? Jujur aja, meskipun dulu gue sering baca artikel tentang hal ini. tapi gue gak pernah ngalamin hal ini. Kenapa? karena gue nikah di usia yang mungkin belum mencapai usia dua lima. Jadi ada untungnya juga kan nikah cepat? Hehehe... Di saat orang lain cemas tentang karirnya gue lagi sibuk ngurusin anak jadi gue ngejalanin aja pekerjaan yang waktu itu lagi gue jalanin. Gitu deh...

Dan pas udah ngelewatin masa-masa itu, sebenarnya gak ada yang perlu ditakutkan dari periode umur itu. Karena semakin belajar tentang kehidupan (eits sedaaapp...) semakin gue tahu kalau semuanya sudah ada jalannya masing-masing. Setiap orang sudah punya jalan hidupnya sendiri-sendiri, sudah ada juga rezekinya sendiri-sendiri. Kalau mau klise sih, yah rezeki gak akan ketukar. Cuma yah, jangan jadi gak usaha juga sih dan terlalu berserah diri sama takdir.

Intinya sih, jangan banding2in apa yang kita punya, apa yang kita lalui sama orang lain. Kita boleh aja lulus dari kampus yang sama, atau bekerja di perusahaan yang sama, tapi tetap aja "path" setiap orang akan berbeda. Dan ingat, setiap orang punya "struggle"nya masing2. Gitu deh...

Jadi, sebenarnya quarter life itu ada gak? Yah mungkin ada, tapi jangan jadi penghambat untuk meneruskan hidup..


Cheers, Dhidie


Wednesday 23 March 2022

Memoar - Buku Kedua di Tahun 2022

 Keren juga yah judulnya, buku kedua di tahun dua ribu dua dua. Masih berbentuk antologi sih alias kumpulan cerita dari beberapa penulis. Dan masih open PO sih sampai tanggal 5 April nanti. Untuk buku ini gue gak akan terlalu yang marketing-in gimana gitu, karena ceritanya sendiri buat gue terlalu personal. Tapi gue memang pengen banget nulis cerita itu dan selama ini ternyata cerita itu menjadi ganjalan di hati gue. Sedap kan?



Bagaimana awalnya gue bisa ikutan project ini? Yah, seperti biasa aja, gue lagi2 diajak, tapi kali ini sama satu publisher yang lokasinya di Jababeka. Sebenernya yah kalau dipikir2 bikin publisher kaya gini tuh cita2 gue dari dulu. Makanya gue waktu itu nerbitin buku pertama gue pake "Green Marshmallow Publisher" tapi yah mungkin karena waktu itu gue masih kerja jadinya gak diseriusin. Cuma sekarang, ikut2 komunitas penulis kaya gini bikin gue pada akhirnya terjun juga ke dunia ini.

Balik lagi kenapa gue ikut project ini, karena diajakin..hahaha.. Seperti biasa Mbak Anita tersayang ngajak gue join lagi project ini setelah tema dark side kemarin. Awalnya gue bingung apa sih memoar. Mari kita googling...

memoar/me·mo·ar/ /mémoar/ n 1 kenang-kenangan sejarah atau catatan peristiwa masa lampau menyerupai autobiografi yang ditulis dengan menekankan pendapat, kesan, dan tanggapan pencerita atas peristiwa yang dialami dan tentang tokoh yang berhubungan dengannya; 2 catatan atau rekaman tentang pengalaman hidup seseorang


Nah ternyata itu arti kata memoar. Jadi intinya kita bercerita tentang kenangan tentang seseorang. Cuma mungkin lebih spesifiknya orang yang sudah berpulang mendahului kita. Gitu sih gue nangkapnya. Waktu itu sempat bingung, gue mau nulis tentang siapa. Karena jujur gue gak terlalu deket sama kakek atau nenek gue. Awalnya mau bercerita tentang mereka kok kaya takut gue salah menulis sejarah karena gue gak terlalu tahu tentang masa lalunya. Akhirnya gue memutuskan untuk menulis apa yang gue tahu dan apa yang pernah gue rasakan secara langsung aja. Akhirnya gue memutuskan untuk menulis tentang sahabat gue di bangku sekolah dasar. 

Meskipun terbata-bata, karena gue harus mengingat semua peristiwa yang terjadi sebelum tahun 90an, gue akhirnya berhasil menyelesaikannya juga. Dan semua kaya mengalir gitu aja, ternyata ada kenangan dan kehilangan yang dalam yang selama ini gue coba lupakan tapi ternyata menjadi luka yang cukup menganggu sampai akhirnya gue menulis semuanya.

Yah, kalau menulis adalah terapi untuk gue. Itu benar, karena setelah selesai bercerita gue merasa apa yang selama ini mengganjal dan tidak bisa gue ceritakan kepada siapa-siapa bisa akhirnya bisa tersampaikan juga. Dan gue menulis ini pun rasanya kembali sesak di dada, merasa kembali menjadi indri kecil berumur sepuluh tahun yang akhirnya harus kehilangan sahabat terdekatnya di masa sekolah dasar.

Project2 menulis ini memang benar-benar bikin gue keluar dari zona nyaman gue yang biasanya cuma pengen menulis kisah-kisah cinta yang berakhir bahagia. Gue kaya dipaksa untuk menulis kegelisahan yang tidak semuanya berakhir bahagia. Seperti cerita tentang kehidupan, gak semuanya berakhir happy ending kan?

Lalu habis ini ada buku apa lagi? Ada-lah pokoknya... :)


Cheers, Dhidie

Tuesday 8 March 2022

#bahasdrakor #pentinggakpenting

 Kayanya emang setelah di rumah aja, gue kerjaannya nonton drakor buat breaknya. Kalau dulu pas ngantor mungkin cuma ngikutin satu drakor aja itu pun biasanya drakor lama yang udah pada tamat. Kalau sekarang karena stok drakornya udah habis akhirnya nonton yang masih on going juga. 

Sebenernya gue gak punya preferensi harus drakor yang kaya gimana sih. Biasanya kalau gue udah suka sama satu aktor atau aktris gue akan terus nontonin semua drama yang ada dianya. Cuma ternyata gak secepat itu juga satu aktor/aktris main drama, jadi mungkin bisa dua tahun sekali dia akan main drama lagi apalagi kalau sebagai tokoh utama. Jadi akhirnya gue nonton drama dari aktor/aktris yang beda2 juga. Atau gue cari drama2 lamanya. 

Paling suka sama drama yang backgroundnya bisnis atau kantor atau tentang masak2 dan makanan. Biasanya gue cari berdasarkan temanya aja. Cuma kalau ada satu drama baru dan gue tonton terus ternyata di episode satunya sudah bagus yah gue lanjutin aja. Penting gak penting yah? :) Dan yang paling gue gak suka drama yang settingnya kerajaan atau tentang zombie atau yang terlalu action gitu atau yang kaya gak masuk akal banget meskipun kata orang2 bagus. Kaya cerita putri duyung atau rubah, udah pasti gue skip deh. Kaya what's the point nonton sesuatu yang gak masuk akal? meskipun gue suka twilight dan harry potter tapi yah beda aja. 

Gara2 nunggu terlalu lama drama yang lagi on going gue bisa ngikutin paralel lima drama dalam satu waktu. Ketuker-tuker gak? yah enggak dong kan ceritanya pasti beda2. Atau sekarang gue lagi suka drama China dan Jepang yang cerita juga bagus2. Kalau Drama China dia lebih realistis dan cantik2 banget orangnya sementara kalau drama Jepang gue suka sinematik kameranya dan setting-nya yah kaya effortless estetik gitu. Kalau dari sisi cerita drama Jepang yang paling masuk akal sih.

Terus sebenarnya ini mau bahas apa sih?Gak penting sih, cuma gue butuh buat nulis sesuatu aja..Hahaha... Gue mau nulis tentang 3 drama yang menurut gue sih mirip2 dan aktris/aktornya memang keren banget. Meskipun ceritanya sederhana dan gak suspense macam penthouse gitu. 

Drama pertama judulnya Hometown Cha Cha Cha, suka karena aktrisnya Shin Min-a yang cantik banget. Lawan mainnya Kim Seon-ho yang main di Start-up (meskipun gue bukan team Jipyong). So, perfect couple with dimples banget. Ceritanya sih tentang Hye-jin yang dokter gigi di Seoul kemudian karena suatu kejadian dia kehilangan pekerjaannya di suatu klinik. Kemudian dia memutuskan untuk pindah ke sebuah kota kecil di pinggir pantai dan buka praktek di sana. Diceritain bagaimana dia adaptasi untuk hidup di pedesaan dimana orang2 super care sama orang lain jadi bikin gak punya privasi. Dan gimana dia akhirnya jatuh cinta sama Du-sik yang sebenarnya juga pernah bekerja di Seoul yang ternyata memiliki ketakutan untuk dekat dengan orang karena trauma kehilangan semua orang2 terdekatnya. Sebenarnya ceritanya sih datar gitu aja cuma gak apa2lah yang penting cantik. Pelajaran yang bisa diambil adalah kadang2 orang yang tinggal di kota besar itu hidup terlalu berlebihan dan cenderung materialistis padahal orang-orang di desa yang hidup sederhana juga bahagia tanpa harus bergaya hidup berlebihan.

Drama kedua yang gue baru selesain itu Our Beloved Summer, dengan pasangan Choi Woo-sik, aktor yang main parasite dan Kim Da-mi yang ada di Itaewon Class. Pokoknya nonton ini gemes2 gitu. Karena dua2nya cute dan alur ceritanya juga maju mundur karena mereka ini sebenarnya pasangan sejak SMA. Cuma karena ada latar belakang persoalan pribadi yang bikin mereka akhirnya putus dan kemudian dipertemukan kembali setelah dewasa karena mereka harus kembali membuat film dokumenter. Dramanya kameranya bagus banget, wardrobe-nya juga, aktingnya juga. Dan alur ceritanya gak ngebosenin meskipun pace-nya lambat banget tapi karena gambarnya bagus jadi gue gak keberatan. Pelajaran yang diambil, kalau jodoh gak akan kemana.. :) enggak deng. Sebenarnya ada pelajaran lain juga, gimana rezeki orang sudah ada masing2 porsinya, kalau dulu di sekolah malas belum tentu dia gak akan pernah punya karya, begitu juga dengan orang yang pintar di sekolah belum tentu dia akan tetap jadi nomor satu di kehidupan sebenarnya. jadi intinya jangan pernah menganggap remeh oranglah. 




Drama yang ketiga judulnya Now We're Breaking Up judulnya bikin penasaran, gimana ceritanya. Jujur awal2 gue suka banget nontonnya karena ceritanya tentang seorang fashion designer di sebuah perusahaan fashion yang punya banyak brand. Gue gak pernah tahu isinya perusahaan kaya gini gimana jadi penasaran. Ternyata lumayan tough juga perjuangan berkarir di perusahaan kaya gini, karena desainer menentukan tingkat penjualan brand-nya dan dalam mewujudkan desainnya harus berhadapan dengan orang2 departemen anggaran yang menghitung bahan baku. Terus cerita cintanya? Yah ada dong. Di sini aktrisnya Song Hye-kyo yang udah berumur tapi masih cantik banget dan pemeran utama cowoknya Jang Ki-yong yang ganteng dan cowok banget, dia pernah gue tonton di www.search kalau drama lainnya yang gue tonton biasanya dia cuma satu episode2 gitu mainnya. Cerita si Young-Eun, desainer cantik ini, pernah mengalami patah hati yang luar biasa sampai akhirnya dia memutuskan untuk gak jatuh cinta lagi selama sepuluh tahun sampai akhirnya dia ketemu fotografer ganteng Mr. J alias jae Guk. Tengah2 drama agak lambat sih ceritanya jadi sempet gue tinggalin sampai akhirnya tamat baru gue tonton lagi. Dan gue suka sih sama ceritanya sampai ke ending, di luar bagian tengah2 episode yang gak jelas arahnya. Inti ceritanya adalah passion sih, kalau kamu punya passion yah pursuit aja. Okay?

Gitu deh, sekian review drakor penting gak penting...karena gue lagi pengen nulis aja sebenernya...


Cheers, Dhidie




Wednesday 2 March 2022

Pengalaman Nulis Novel Satu Bulan

 Kayanya bosen banget yah kalau setiap mengawali tulisan pakai kalimat "gak kerasa yah udah bulan maret lagi..." tapi yah itu kenyataannya. Waktu masuk ke February kemarin janji2 dalam hati kalau bakal minimal nulis blog ini seminggu sekali tapi ternyata rencana tinggal rencana, enggak tahunya udah masuk bulan baru lagi. Jadi, apa yang terjadi di February?

Di bulan February gue ikut challenge satu bulan nulis novel. Oh yah jelas, lagi2 karena gue sok tahu ngerasa bisa aja dong nulis novel satu bulan karena sebenarnya gue punya beberapa novel yang masih terkatung-katung gak jelas nasibnya alias gak pernah gue terusin nulisnya. Jadi gue mikirnya, gampanglah gue tinggal tambah2in aja terus tinggal pikirin endingnya kayak gimana dan ternyata gak segampang itu. 

Sebenarnya ikutan challenge karena yah dikasih tahu ada challenge ini dari satu publisher independen. Aturannya adalah selama satu bulan kita harus setor naskah setiap hari selama 30 hari, jadi dimulai tanggal 1 Februari dan berakhir tanggal 2 Maret. Yah karena kan Februari cuma sampai tanggal 28 :) Jadi kita digabungin dalam satu group WA gitu, pesertanya hampir 50 orang. 

Aturannya sih sebenarnya sederhana, kita harus kasih commitment fee Rp. 50,000,- kalau menurut gue yah worth sih karena pas sebelum mulai kita kaya dikasih brief singkat  gitu gimana cara nulis novel yang bener. Gak mesti novel aja sebenarnya bisa puisi juga. Dan karena bayar yah setidaknya yang bayar yah udah pasti berniat buat menyelesaikan challenge ini kan?

Aturannya kita harus setor naskah setiap hari selama 30 hari dan kalau novel harus sampai endingnya. Jadi kita harus setor minimal tiga halaman dan maksimal 5 halaman setiap harinya. Kita di-encoourage buat nulis aja gak usah pake edit-edit dulu pokoknya biar nge-flow dulu aja. Yang menarik karena si publisher akan provide free editing, layout dan desain cover, ini worth banget karena emang pas bikin buku hal2 perintilan kaya gini yang biasanya jadi kerjaan gede buat si penulis. Siapa yang gak pengen coba dapat tawaran menarik gitu. Penulis cuma mikirin nulis aja dan marketing-in.  Syarat kelulusan, gak boleh absen setor naskah, kalau absen satu hari besoknya harus setor dua naskah, dan itu cuma boleh dilakukan selama lima kali. Kaya main game aja, nyawa-nya cuma dikasih lima kalau sampe melanggar yah wassalam aja. 

Seminggu pertama gue masih bisa keep up dengan setor 3 halaman setiap harinya. Minggu kedua mulai mati gaya karena gue belum bisa mikir gimana endingnya padahal nulis itu harus punya tujuan. Biasanya kan gue bisa santai2 aja nulis, suka2 gue, kadang2 nulis chapter pun gue loncat2 yang penting gue udah punya kerangka berpikirnya. Cuma kali ini gak bisa, gue harus nulis secara teratur dan berurutan setiap babnya. Pusing kan?

Akhirnya masuk minggu kedua gue mulai bikin kerangka berpikir gue sampai detil, seperti biasa pakai three acts structured method, gue bikin sinopsis per babnya. Lumayang setelah punya  kerangka gitu agak mulai nge-flow gue tahu apa yang harus gue lakukan. 

Tapi, masalahnya belum berhenti di situ aja. Ternyata mood nulis tuh gak bisa dipaksakan. Apalagi dengan sejuta rutinitas sebagai ibu rumah tangga. Kalau weekend udah pasti susah banget waktunya dan bawaannya pengen leyeh2 aja. So, gue nge-set jam dimana gue harus fokus nulis, yaitu di pagi hari habis shalat Subuh sampai menjelang jam sepuluh. Gitu terus tiap hari dan biasanya karena mungkin gue orang pagi alias morning person, ide bisa lancar mengalir. Satu masalah terpecahkan. 

Masalah lainnya adalah 'writer's block'. Kalau kemarin2 ke masalah ini, bisa istirahat dulu, terus mulai lagi tapi untuk kali ini gak mungkin karena gue harus ngejar 150 halaman selama satu bulan ini jadi gak boleh berhenti sama sekali. Akhirnya biasanya gue share di ig story gue, minta2 masukan atau bikin pooling tentang cerita. Dan so far it works, jadi berasa nulisnya banyak yang nyemangatin dan gak sendirian. Lumayan bikin semangat. Biasanya besoknya gue udah mulai lancar lagi tuh idenya. 

Masalah lain yang muncul adalah ketika akhirnya bener2 kejar2an aja antara halaman dan hari. Akhirnya gue coba nulis untuk stok tiga hari ke depan. Jadi gue bisa lebih tenang nulisnya dan tetap keep up sama aturannya. Jadi dalam satu hari pas ide lagi lancar2nya gue nulis buat setoran tiga hari ke depan terus udah gue kasih tanda ini buat hari keberapa aja. Tapi terus gue lanjutin nulis terus sampai bener2 udah jenuh. Dan itu membantu banget sih. 

Masalah yang terakhir adalah menjelang deadline gue belum tahu bagaimana menutup cerita gue. Akhirnya gue liat2 foto liburan gue dan nonton youtube tentang apa aja dan akhirnya bisa dijadiin bahan buat menutup cerita gue. 

Akhirnya gue bisa submit naskah terakhir gue satu hari sebelum deadline. dengan catatan cuma berhasil 144 halaman aja, untungnya masih diizinkan sama pihak publishernya. Sebenarnya masih ada ruang buat nambah cerita di bab2 awal, tapi boleh dilakukannya nanti pada saat proses editing karena kita emang dipaksa buat maju terus nulisnya tanpa bolak balik melihat masa lalu... hahaha...

Lega banget pas akhirnya bisa submit naskah tepat waktu meskipun masih kurang halamannya. Apa yang gue pelajarin dari segala keriuhan ini? Yang pasti disiplin, komitmen buat menyelesaikan apa yang sudah dimulai, management waktu, belajar punya tujuan kalau melakukan sesuatu dan yang paling penting bikin strategi juga untuk mencapai tujuan. Kalau akhirnya punya novel baru  sih yah itu sih bonus aja, yah gak?

Perjalanannya masih panjang sih setelah ini karena masih harus tek tokan sama editor dan masarin sendiri bukunya. Cuma seenggaknya bagian tersulitnya udah berhasil gue lewatin.

Seneng? Iya dong...


Cheers, Dhidie.